Kontroversi hukuman mati Trio bom baliJakarta.: Majelis Ulama Indonesia menilai pelaku bom Bali I Amrozi cs bukan mati syahid. Perjuangan yang mereka anggap jihad dinilai tak tepat.
"Itu kan pandangan dia, tapi para ulama menganggap cara seperti itu tidak tepat," kata Ketua MUI Maaruf Amin saat dihubungi, Minggu (9/11).
Maaruf mengatakan perjuangan Amrozi cs dengan teror bukan cara yang tepat dalam perjuangan Islam. Perjuangan dalam Islam, kata dia, dilakukan dengan dakwah.
"Kecuali di daerah perang dan Indonesia tidak sedang dalam perang," katanya.
Amrozi, Muklas, dan Imam Samudra dieksekusi mati dini hari tadi dengan cara ditembak. Mereka bertanggung jawab dalam ledakan yang menewaskan 202 orang di Bali.
Sebelum eksekusi Imam Samudra menuliskan surat wasiat untuk dibacakan ke publik. Isinya antara lain menyebutkan gelar teroris lebih mulia daripada ulama yang tidak peduli dengan saudaranya yang dibunuh oleh kafir.
"Para ulama menilai itu tidak tepat," ujarnya.
Maaruf juga menilai hukuman mati merupakan hukuman setimpal karena mereka juga telah membunuh. Islam. kata dia, tak melarang hukuman mati jika tak ada cara lain.
sementara itu setelah pemakaman Imam Samudra selesai, Tim Pengacara Muslim langsung menggelar jumpa pers di depan kediaman ibu Imam Samudra, Embay Badriyah, Minggu (9/11). Tim Pengacara Muslim mempertanyakan pernyataan Kejaksaan Agung yang menyatakan bahwa eksekusi terhadap tiga terpidana mati Bom Bali I pada dini hari tadi.
Tim Pengacara Muslim mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Hukum DPR, dan Amnesty International untuk mencari fakta tentang apa yang terjadi di dalam Lembaga Pemasyarakatan Batu, Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah, selama terpidana ditahan juga dalam menjalani eksekusi tersebut.
"Kami tidak tahu apakah selama ditahan dan dieksekusi Amrozi cs mendapat penyiksaan, tekanan, dan terdapat unsur balas dendam," kata Kadar Faisal Ruskandi, anggota Tim Pengacara Muslim didampingi anggota keluarga Imam Samudra kepada wartawan, Minggu (9/11).
"Kami mendesak dibentuknya tim pencari fakta," tambahnya.
Menurut Tim Pengacara Muslim, hak-hak dasar sebagai kuasa hukum dan keluarga tidak dipenuhi oleh Kejaksaan, antara lain tidak dikabulkannya permintaan keluarga untuk menemui terpidana dan menyampaikan pesan terakhir jelang eksekusi.
Eksekusi Amrozi, Ali Ghufron, dan Imam Samudera, tiga pelaku bom Bali pada 2002 pada dini hari tadi, Ahad (9/11), melegakan sebagian warga Australia. Ini tercermin dari komentar sebagian keluarga korban kepada sejumlah media Australia pada pagi ini. Maria Kotronakis, warga Sydney yang kehilangan dua saudara perempuannya dalam tragedi enam tahun lalu, seperti dikutip The Herald Sun, mengatakan keluarganya sangat senang karena keadilan yang mereka tunggu-tunggu akhirnya datang. "Kami sangat gembira. Sesuatu yang setiap hari kami harapkan," katanya.
Namun, tidak semua keluarga korban bom Bali pada 12 Oktober 2002 di Australia langsung memercayai berita di seputar eksekusi Armozi cs. David "Spike" Stewart yang kehilangan putranya, Anthony, mengatakan ia ingin memastikan berita kematian Amrozi cs supaya tidak sekadar rumor.
Hal yang sama juga disampaikan Leanne Woodgate, warga Melbourne yang menderita luka bakar bersama kakaknya di Paddy`s Bar akibat serangan Amrozi cs.
Seperti dikutip The Age, Woodgate mengatakan, ia baru percaya kalau eksekusi itu sudah benar terjadi karena aksi mereka telah menghancurkan hidupnya.
Kepastian bahwa eksekusi Amrozi cs disampaikan secara resmi oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Jasman Panjaitan pukul 02.25 tadi. Dalam masalah eksekusi Amrozi cs, pemerintah Australia bersikap ambivalen. Menteri Luar Negeri Stephen Smith menegaskan, bahwa pemerintahnya memandang hal itu sebagai proses hukum Indonesia.
Ia membantah bahwa Australia bersikap munafik karena menyerahkan soal eksekusi ketiga pelaku yang bertanggung jawab terhadap kematian 88 warganya kepada pemerintah Indonesia. "Jika ada warga Australia yang terancam hukuman mati di luar negeri, kami akan mengajukan diri untuk mewakili dia. Kami tidak melakukan hal yang sama atas nama warga negara lain. Tentu kami tidak mewakili para teroris," katanya.
Di mata Perdana Menteri Kevin Rudd, Amrozi cs tidak lebih dari para "pembunuh". Dampak dari serangan mereka di Bali enam tahun lalu terhadap para keluarga korban membuat "hatinya menangis".Publik Australia sendiri merespons soal eksekusi Amrozi cs itu secara berbeda. Menurut Indonesianis Universitas Nasional Australia (ANU), George Quinn, masyarakat di negaranya terbelah ke dalam dua kelompok besar.
Bagi kelompok pertama, hukuman mati merupakan perbuatan yang tak berprikemanusiaan dan melanggar hak asasi manusia terlepas dari aksi berdarah Amrozi cs. Ia pribadi masuk ke dalam kelompok masyarakat yang pro-eksekusi terhadap ketiga pelaku sebagai konsekuensi atas aksi mereka enam tahun lalu.
"Ketegasan pemerintah dan otoritas hukum Indonesia atas eksekusi Amrozi cs akan meningkatkan citra Indonesia di mata Australia," katanya.
(AntaraDSV/J001-DSV/J002)